Rini Yuliati

Seorang ibu dari dua orang putri yang ingin belajar merangkai huruf sehingga menjadi bermakna. Tinggal di sebuah kota kecil di Kebumen, Jawa Tengah. Profesi mom...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar dari Ketidaksempurnaan
https://enablingdevices.com

Belajar dari Ketidaksempurnaan

Romantika menjadi orang tua sungguh menguras energi dan pikiran. Terutama ketika berhadapan dengan karakter anak yang tidak sesuai ekspektasi kita. Orang tua terkadang egois. Selalu menginginkan anak-anak bersikap manis dan memenuhi harapan. Sungguh tidak adil. Anak-anak adalah pribadi yang dinamis. Mereka terkadang memberontak dan sulit dimengerti. Di lain waktu begitu penurut dan mengesankan. Sungguh perlu banyak belajar.

Kita terkadang tanpa sadar terpaku pada kata," Mengapa anak saya tidak seperti anaknya si A? Mengapa, mengapa dan banyak mengapa yang lain. Terjebak pada sebuah kata "membandingkan."

Pada suatu kesempatan, saya berkunjung ke rumah sahabat. Rasanya sudah lama sekali tidak bersua. Kita berjanji bertemu di rumahnya yang asri. Di pojok desa yang masih dipenuhi rerimbunan pepohonan.

Di depan rumah, kami dijemput oleh seorang anak laki-laki. Usianya sekitar 10 tahun. Dia merangkak dengan bertopang pada kedua tangannya. Kakinya terlihat lemas. Wajahnya sumringah menyambut uminya.

"Ayo, anak saleh salim sama Budhe," ucapku sambil mengulurkan tangan kepadanya.

Dia mengulurkan tangannya dengan susah payah. Kusambut uluran tangannya. Kuelus kepalanya. Dia memang anak yang spesial. Sahabatku bercerita bahwa putranya menderita cerebral palsy atau kelumpuhan otak. Hal itu menyebabkan perkembangan fisik motorik dan otaknya terhambat. Ada rasa yang menerpa hatiku mendengar ceritanya.

Dia bercerita tentang suka dukanya memiliki putra yang diberi ketidaksempurnaan. Bagaimana saat harus berjibaku dengan rasa lelah dan rasa bersalah. Belum lagi kerepotan-kerepotan yang hadir. Terutama ketika harus berurusan dengan hal-hal tertentu seperti kemampuan membersihkan diri. Sungguh, untuk kali ini saya betul-betul merasa lebih beruntung.

Tetiba bayangan anak-anak melintas di benak ini. Rasa bersalah merayapi hati ini. Teringat bagaimana ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap mereka. Maafkan, ibumu Nak. Seharusnya lebih memperbanyak rasa syukur karena diberi anak-anak yang sehat. Normal. Kalaupun ada hal-hal yang tidak sesuai harapan, itu adalah sesuatu yang wajar. Karena mereka juga seperti kita orang dewasa. Kadang galau. Kadang ingin diperhatikan. Kadang ingin dimanja. Anak-anak selalu memberi warna tersendiri. Mereka cuma ingin dimengerti. Semoga bisa mengawal mereka menjadi pribadi yang baik. Bismillah.

Kebumen, 8 Oktober 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ingin dimengerti, ini yang perlu dipahami, hingga munculkan syukur. Sukses selalu dan barakallahu fiik

09 Oct
Balas

Iya Bun....Terima kasih selalu menyambangi ...Semoga selalu sehat dan bahagia ..Barakallah Bunda Pipi...

09 Oct



search

New Post